JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pesangon bagi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja ( PHK) tetap ada di dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Pernyataan tersebut diungkapkannya sekaligus membantah informasi yang beredar di masyarakat mengenai tidak adanya pesaongon PHK dalam UU Cipta Kerja.
"Ada beberapa hoaks. Misalnya pesangon tidak ada, itu tidak benar. Pesangon ada," ujar Mahfud MD dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Selain itu, ia juga membantah bahwa UU Cipta Kerja mempermudah dilakukannya PHK.
Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Pangkas Nilai Maksimal Pesangon
Menurut Mahfud, perusahaan yang akan melakukan PHK justru harus membayar apabila kontak kerja belum berakhir.
Ia sekaligus menyatakan, UU Cipta Kerja dilahirkan justru berangkat dari respons pemerintah setelah menerima keluhan dari masyarakat dan kalangan buruh.
"UU Cipta Kerja itu dibuat untuk merespons keluhan masyarakat, buruh bahwa pemerintah lamban dalam menangani proses perizinan berusaha, peraturannya tumpang tindih," kata dia.
Hasil kroscek
Kompas.com menelusuri pernyataan Mahfud MD tersebut ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Simak Perhitungan Besaran Pesangon PHK Terbaru di UU Cipta Kerja
Dalam UU Ketenagakerjaan, besaran nilai maksimal pesangon yang bisa didapatkan buruh mencapai 32 kali upah.
Di dalam UU tersebut dijelaskan, untuk masa kerja delapan tahun atau lebih, maka besaran pesangon yang didapatkan sebesar sembilan bulan upah.
Selain itu, untuk pekerja dengan masa kerja 24 tahun akan lebih, akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 10 bulan upah.
Ditambah lagi, terdapat klausul lain yang menjelaskan, bila pekerja mengalami PHK karena efisiensi, dirinya berhak atas uang pesangon dengan nilai dua kali dari yang sudah ditentukan.
Baca juga: Dalam RUU Cipta Kerja, Pesangon PHK Ditanggung oleh Pengusaha dan Pemerintah
Sebagai ilustrasi, seseorang dengan upah sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar Rp 4,2 juta mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah selama 8 tahun lebih 4 bulan.
Pasalnya, perusahaan tempat ia bekerja mengalami efisiensi. Maka, bila mengacu pada UU Ketenagakerjaan, besaran pesangon yang didapatkan sebesar sembilan bulan upah.
Lalu, karena pekerja yang bersangkutan mengalami PHK karena efisiensi, jumlah pesangon yang diberi dikali dua, yakni sebesar 18 bulan upah. Pekerja juga akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja.
Untuk masa kerja enam tahun tetapi kurang dari sembilan tahun, maka besaran uang penghargaan masa kerja sebesar tiga bulan upah.
Dengan demikian, jumlah pesangon yang dikantongi akan 21 kali gaji upah, atau sebesar Rp 88,2 juta.
Baca juga: Serikat Pekerja Tolak Pengurangan Pesangon PHK dalam RUU Cipta Kerja
Sementara di UU Cipta Kerja, pasal mengenai tambahan pesangon yang didapatkan pekerja bila perusahaan melakukan efisiensi, dihapus.
Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengubah besaran nilai maksimal pesangon yang didapatkan pekerja menjadi sebesar 25 kali upah yang terdiri atas 19 kali upah bulanan buruh, serta 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Artinya, pernyataan Mahfud MD benar bahwa UU Cipta Kerja tidak memangkas pesangon pekerja yang kena PHK. Hanya saja, pernyataannya kurang lengkap.
Pekerja yang kena PHK berdasarkan UU Cipta Kerja tetap akan diberikan pesangon, namun nilainya berkurang dibandingkan berdasarkan payung hukum sebeleumnya, yakni UU Ketenagakerjaan.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMieWh0dHBzOi8vbmFzaW9uYWwua29tcGFzLmNvbS9yZWFkLzIwMjAvMTAvMDkvMDY1NzAzNTEvbWFoZnVkLWJhbnRhaC11dS1jaXB0YS1rZXJqYS1oaWxhbmdrYW4tcGVzYW5nb24tcGhrZmFrdGFueWE_cGFnZT1hbGzSAXRodHRwczovL2FtcC5rb21wYXMuY29tL25hc2lvbmFsL3JlYWQvMjAyMC8xMC8wOS8wNjU3MDM1MS9tYWhmdWQtYmFudGFoLXV1LWNpcHRhLWtlcmphLWhpbGFuZ2thbi1wZXNhbmdvbi1waGtmYWt0YW55YQ?oc=5
2020-10-08 23:57:00Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar