JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, meminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar usman tidak ikut mengadili sidang gugatan uji formil Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu sebelumnya mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu soal batas usia capres-cawapres. MK membolehkan anggota legislatif dan kepala daerah di segala tingkatan maju sebagai capres-cawapres sebelum 40 tahun.
Denny dan Zainal kemudian menggugat putusan itu.
Baca juga: Menanti Putusan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua MK Anwar Usman
"Menyatakan memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan para pemohon dengan komposisi hakim berbeda dari Putusan 90/PU-XXI/2023 dengan mengecualikan Yang Mulia Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H," tulis Denny dan Zainal dalam gugatannya.
Hal tersebut berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan tidak sah sebuah putusan yang dihasilkan dari majelis hakim yang tidak mundur dari potensi konflik kepentingan pada perkara tersebut.
UU yang sama mengamanatkan, jika situasi itu terjadi, maka perkara tersebut harus disidang ulang dengan komposisi majelis hakim yang berbeda.
Denny dan Zainal menjelaskan, bila sejak awal Anwar mundur dari perkara itu, maka hasil akhir putusannya akan berbeda karena komposisi hakim yang setuju dan menolak sama-sama 4 orang.
Baca juga: Anwar Usman Siap Hadapi Segala Putusan Majelis Kehormatan MK
Dengan komposisi 50:50, maka perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya ditolak karena Wakil Ketua MK Saldi Isra ada dalam posisi menolak.
Ketentuan semacam itu diatur berdasarkan Pasal 66 ayat (4) dan 67 ayat (6) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023, bahwa tatkala komposisi hakim yang setuju dan menolak seimbang, maka posisi Ketua dan Wakil Ketua MK akan menjadi penentu.
"Oleh karena itu, apabila YM. Anwar Usman taat pada hukum dan etika untuk mengundurkan diri, maka Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak akan eksis," jelas Denny dan Zainal.
Terlebih, Anwar saat ini menjadi hakim dengan laporan dugaan pelanggaran etik serta konflik kepentingan paling banyak (15 dari 21 laporan) menyusul Putusan 90 tersebut, menilik hubungan kekerabatannya sebagai ipar Presiden Joko Widodo.
Baca juga: MKMK Sudah Simpulkan Pelanggaran Etik Anwar Usman cs, Tinggal Susun Putusan
Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang telah merampungkan pemeriksaan terhadap semua pihak terlapor dan terkait sudah menyimpulkan bahwa Anwar merupakan hakim yang paling bermasalah dalam kasus pelanggaran etik ini.
Denny dan Zainal juga meminta MK menunda berlakunya putusan itu dan menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.
Di samping itu, karena tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden berakhir pada 25 November 2023, mereka meminta persidangan secara cepat.
"Menyatakan memeriksa permohonan para pemohon secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya," tulis gugatan itu.
https://news.google.com/rss/articles/CBMif2h0dHBzOi8vbmFzaW9uYWwua29tcGFzLmNvbS9yZWFkLzIwMjMvMTEvMDQvMTczMjAxMDEvZHVhLWFobGktaHVrdW0tbWludGEtYW53YXItdXNtYW4tdGFrLWlrdXQtYWRpbGktdWppLWZvcm1pbC1wdXR1c2FuLW1rLXNvYWzSAYMBaHR0cHM6Ly9hbXAua29tcGFzLmNvbS9uYXNpb25hbC9yZWFkLzIwMjMvMTEvMDQvMTczMjAxMDEvZHVhLWFobGktaHVrdW0tbWludGEtYW53YXItdXNtYW4tdGFrLWlrdXQtYWRpbGktdWppLWZvcm1pbC1wdXR1c2FuLW1rLXNvYWw?oc=5
2023-11-04 10:32:00Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar