JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman memaparkan beberapa dampak alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) serta pemberhentian 51 pegawai yang dinilai tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut dia, proses ini akan berdampak pada tidak tuntasnya perkara yang sedang ditangani oleh penyelidik maupun penyidik yang dinyatakan tak lolos TWK.
"Terhadap kasus yang ditangani mereka yang dipecat, tentu tidak ada jaminan kasus akan tuntas. Bukan karena tidak percaya pegawai lain yang melanjutkan, tapi potensi intervensi pimpinan sangat besar seperti dalam hilangnya nama politisi di kasus bantuan sosial (bansos) Covid-19," sebut Zaenur pada Kompas.com, Rabu (2/6/2021).
Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai yang Tak Lolos TWK
Dampak lainnya, TWK digunakan untuk menyingkirkan pegawai yang tidak dinginkan. Ke depannya, kata dia, tidak ada jaminan tidak ada lagi TWK.
"Bisa saja demi menyingkirkan orang tertentu akan dibuat TWK lagi setelah beberapa tahun dengan alasan penyegaran," kata Zaenur.
Selain itu, setelah hilangnya 51 pegawai tersebut, Zaenur menduga bahwa KPK sudah tidak independen dan nantinya tidak akan menangani kasus korupsi besar yang strategis.
Terima kasih telah membaca Kompas.com.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Ia juga menilai, KPK nantinya akan mudah diintervensi karena pegawainya merupakan ASN.
Status pegawai KPK yang saat ini ASN juga menjadi faktor penyebab independensi lembaga antirasuah itu terganggu.
Zaenur juga mengatakan bahwa dengan status pegawainya sebagai ASN, KPK mesti bekerja sama dengan lembaga lainnya, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Lembaga Administrasi Negara (LAN).
"Mulai dari pengadaan pegawai saja harus mengajukan formasi ke Kemenpan RB dan BKN. Begitu juga pendidikannya tidak lagi mandiri oleh KPK, tetapi harus dengan LAN," kata dia.
"Juga risiko pegawai KPK sebagai ASN bisa dipindah ke lembaga lain. KPK yang tidak lagi independen, tidak ada lagi bedanya dengan Kepolisian dan Kejaksaan," ucap Zaenur.
Baca juga: 9 Pegawai KPK Ajukan Uji Materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi
Akibat sejumlah hal itu, kata dia, masyarakat akan merasa keberadaan KPK tidak lagi penting.
"Sehingga urgensi keberadaan KPK juga semakin turun. Akibatnya usulan pembubaran KPK justru bisa saja datang dari masyarakat," kata dia.
Setelah rapat koordinasi yang dilakukan membahas status alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN, Selasa (25/5/2021) pekan lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bersama Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengumumkan bahwa 51 dari 75 pegawai tetap dinyatakan tak lolos TWK.
Alasannya, menurut penilaian para asesor, 51 pegawai tersebut memiliki rapor merah dan dianggap tak bisa lagi dibina untuk dapat menjadi ASN.
Sementara itu, 24 sisanya masih diberi kesempatan menjadi ASN setelah melewati pendidikan kenegaraan dan wawasan kebangsaan.
Baca juga: Setelah 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, MAKI: Pemberantasan Korupsi Kering, Dingin
Pada Selasa (1/2/2021) kemarin, bertempat di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, sebanyak 1.271 pegawai yang lolos TWK telah resmi dilantik menjadi ASN.
Ketua KPK Firli Bahuri memastikan bahwa status ASN yang melekat pada para pegawai KPK tidak akan menurunkan semangat pemberantasan korupsi.
Ia juga mengklaim bahwa KPK akan tetap berdiri sebagai lembaga independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMihwFodHRwczovL25hc2lvbmFsLmtvbXBhcy5jb20vcmVhZC8yMDIxLzA2LzAzLzA2MjM0NTkxL2RhbXBhay1wZWdhd2FpLWtway1qYWRpLWFzbi1tZW51cnV0LXBlbmdhbWF0LWRhcmktdGlkYWstaW5kZXBlbmRlbi1oaW5nZ2E_cGFnZT1hbGzSAYIBaHR0cHM6Ly9hbXAua29tcGFzLmNvbS9uYXNpb25hbC9yZWFkLzIwMjEvMDYvMDMvMDYyMzQ1OTEvZGFtcGFrLXBlZ2F3YWkta3BrLWphZGktYXNuLW1lbnVydXQtcGVuZ2FtYXQtZGFyaS10aWRhay1pbmRlcGVuZGVuLWhpbmdnYQ?oc=5
2021-06-02 23:23:00Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar