Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyoroti landasan hukum pembatasan sosial berskala besar (PSBB), jurus Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatasi pandemi virus Corona. Menurut Yusril, PSBB kurang maksimal.
"Semuanya serba tanggung," kata Yusril kepada wartawan, Minggu (5/4/2020).
Mantan pengacara Jokowi-Ma'ruf Amin pada musim Pilpres 2019 ini menyoroti tiga undang-undang yang dimiliki Indonesia. Pertama, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kedua, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketiga, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Ketiga Undang-Undang itu sangat tidak memadai untuk menghadapi wabah Corona ini. Tetapi Pemerintah tidak mau terbitkan Perppu," kata Yusril.
Politikus Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ini memandang Jokowi perlu menerbitkan Perppu untuk menghadapi wabah Corona. Soalnya, Indonesia belum punya peraturan perundang-undangan yang mengatur soal sanksi pelanggar pembatasan sosial semacam ini.
"Soal sanksi, Permenkes memang tidak bisa disalahkan. Sanksi pidana misal, pelanggarnya dipenjara 1 tahun, atau dikurung 3 bulan, atau didenda Rp 1 miliar, itu hanya bisa diatur dalam UU. PP saja tidak bisa mengatur sanksi pidana, apalagi Permen (Peraturan Menteri Kesehatan -red). Nah, celakanya UU Karantina Kesehatan tidak mengatur masalah ini. Itu sebabnya sejak lebih sebulan yang lalu saya katakan sebaiknya Presiden terbitkan Perppu yang komprehensif untuk menghadapi Corona," tutur Yusril.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMibGh0dHBzOi8vbmV3cy5kZXRpay5jb20vYmVyaXRhL2QtNDk2NjA5Ni95dXNyaWwtbGFuZGFzYW4taHVrdW0tcHNiYi1zZXJiYS10YW5nZ3VuZy1rYXJlbmEtdGFucGEtc2Fua3NpLXBpZGFuYdIBAA?oc=5
2020-04-05 12:06:09Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar