Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengungkapkan sejumlah kekhawatirannya terkait putusan final MK yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres).
Saldi khawatir perkara yang sedari awal terlihat jelas sebagai opened legal policy sehingga menjadi wewenang legislatif dan eksekutif untuk merevisi beleid atau peraturan tersebut malah diambil alih dan menjadi menjadi bola panas di yudikatif.
"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat, sangat, sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah," kata Saldi saat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Senin (16/10).
"Quo vadis (mau dibawa kemana) Mahkamah Konstitusi?" imbuhnya.
Saldi juga menilai MK sudah seharusnya berpegang teguh dengan tidak seakan-akan memilih-milih mana yang dapat dijadikan open legal policy dan memutuskannya tanpa argumentasi dan alasan serta pertimbangan hukum yang jelas serta berubah-ubah.
Sebab bila demikian terus dilakukan, Saldi beranggapan MK seperti menjadi cherry-picking jurisprudence atau menurutnya sebagaimana terlihat dari tidak konsistennya pendapat sebagian hakim yang berubah seketika dalam menjawab pokok permasalahan dalam beberapa permohonan yang serupa.
Ia meminta agar MK menjaga diri untuk terjun menangani perkara yang sudah jelas opened legal policy guna menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks pemisahan kekuasaan negara alias separation of powers.
"Mahkamah juga sudah seharusnya menerapkan judicial restraint dengan menahan diri untuk tidak masuk dalam kewenangan pembentuk UU dalam menentukan persyaratan batas usia minimum bagi calon presiden dan wakil presiden," ujarnya.
Empat dari sembilan hakim MK sebelumnya memiliki pendapat berbeda terhadap putusan yang mengabulkan gugatan syarat calon presiden dan calon wakil presiden minimal berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Sementara itu, dua hakim konstitusi menyatakan alasan berbeda atau concurring opinion. Empat hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Lalu, hakim konstitusi yang punya alasan berbeda yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Sementara tiga hakim yang menyatakan sepakat adalah Anwar Usman, M Guntur Hamzah, dan Manahan MP Sitompul.
(khr/DAL)https://news.google.com/rss/articles/CBMigAFodHRwczovL3d3dy5jbm5pbmRvbmVzaWEuY29tL25hc2lvbmFsLzIwMjMxMDE3MDkxOTIzLTYxNy0xMDEyMTQxL2hha2ltLXNhbGRpLWlzcmEtc29hbC1wdXR1c2FuLXVzaWEtY2FwcmVzLWNhd2FwcmVzLXF1by12YWRpcy1ta9IBAA?oc=5
2023-10-17 05:33:49Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar