Calon Presiden Anies Baswedan membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Anies menilai pembangunan jalan non tol yang gratis di era Jokowi kalah dibanding SBY.
Namun Jokowi unggul dalam membangun jalan tol. Lantas, mana yang lebih dibutuhkan masyarakat saat ini, jalan tol atau jalan non tol?
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat, di era modern Indonesia lebih membutuhkan jalan tol. Akses ke jalan tol lebih mudah diperhitungkan serta memperlancar arus logistik.
"Jalan tol lebih dibutuhkan karena lebih cepat dan biayanya bisa diperhitungkan. Truk, bis lebih suka lewat jalan tol, karena biayanya bisa diperhitungkan. Biaya non tol biayanya banyak yang tak terduga, belum lagi keamananya, banyak bajing loncat, pemalak di sisi jalan banyak minta uang," katanya saat dihubungi detikcom, Senin (22/5/2023).
"Pungli itu kan di jalan tol nggak ada, langsung dia. Hanya bayar jalan tol, keamanannya terjamin," lanjutnya.
Ia juga menyoroti peran jalan tol saat mudik Lebaran. Jalan tol dinilai mampu memecah kemacetan sehingga arus mudik tahun 2023 lebih lancar. Selain itu tidak terjadi kemacetan 'horor' seperti di jalan non tol.
"Buktinya saat Lebaran arus mudik relatif lebih lancar. Berarti kan penggunaan jalan tol lebih optimal dalam melani arus pemudik. Kalau jalur non tol kan terjadi kemacetan luar biasa. Kalau jalan tol kan lebih bisa diatur. Misalnya one way, contra flow, ganjil genap," bebernya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai yang terpenting dari pembangunan jalan raya adalah utilitas atau daya guna, bukan panjang atau jenis jalannya. Pembangunan jalan juga harus bisa menurunkan biaya logistik.
"Jadi sebenarnya kritiknya itu mau dia jalan tol, maupun jalan di daerah, utilitasnya yang dilihat. Nah sekarang problem di era Jokowi banyak jalan tol ternyata utilitas yang digunakan untuk angkutan logistik itu sangat sedikit. Sehingga bisa jadi jalan non tol yang jauh lebih efektif," ungkapnya.
Selain itu ia menilai pembangunan jalan tol butuh biaya yang besar. Hal tersebut berpotensi keuangan negara namun manfaat yang dirasakan tidak sebanding.
" Menurutnya daya saing ini kan ada pembangunan jalannya mahal. Membebani keuangan negara dan BUMN melayani berbagai penugasan, tapi manfaat yang dirasakan masyarakat tidak sebanding," terang Bhima.
Ia menyebut kalau pembangunan fokus di jalan yang rusak atau di daerah terpencil, hal itu malah lebih dirasakan masyarakat. Namun jalan tol juga bisa memberi manfaat optimal jika pembangunannya menghubungkan kawasan industri dan pelabuhan.
"Jadi bukan membandingkan panjang jalan. Jalan apa pun itu, tapi yang dilihat adalah berapa banyak dampak dari pembangunan jalan terhadap ekonomi masyarakat," imbuhnya.
Sebelumnya, Anies mulanya memaparkan pembangunan jalan tol di era Jokowi memang besar bahkan 63% jalan tol di Indonesia dibangun selama 2014 hingga sekarang. Totalnya ada sepanjang 1.569 kilometer, dari total 2.499 kilometer jalan tol yang ada di Indonesia.
Sementara itu jalan nasional yang berhasil dibangun Jokowi menurut data yang dia paparkan hanya sepanjang 19.000 kilometer.
(hns/hns)https://news.google.com/rss/articles/CBMic2h0dHBzOi8vZmluYW5jZS5kZXRpay5jb20vaW5mcmFzdHJ1a3R1ci9kLTY3MzM0MjYvaGVib2gtYW5pZXMta3JpdGlrLXBlbWJhbmd1bmFuLWphbGFuLWVyYS1qb2tvd2ktaW5pLWthdGEtcGVuZ2FtYXTSAXdodHRwczovL2ZpbmFuY2UuZGV0aWsuY29tL2luZnJhc3RydWt0dXIvZC02NzMzNDI2L2hlYm9oLWFuaWVzLWtyaXRpay1wZW1iYW5ndW5hbi1qYWxhbi1lcmEtam9rb3dpLWluaS1rYXRhLXBlbmdhbWF0L2FtcA?oc=5
2023-05-22 15:54:50Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar