GAZA, KOMPAS.com - Di tengah protes global, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membela penargetan menara perkantoran Jalur Gaza, yang menampung outlet media internasional.
IDF mengklaim tujuan utama dari serangan tersebut bukanlah jurnalis melainkan fasilitas yang berfungsi sebagai markas besar untuk gerakan Hamas dan faksi Palestina lainnya.
Baca juga: Detik-detik Menara di Gaza Runtuh Dibom Israel, Terekam dalam Siaran TV
Sebelumnya pada Sabtu (15/5/2021), IDF memperingatkan penghuni Menara Al-Jalaa Gaza atas serangan udara yang akan segera terjadi.
Pemilik gedung memohon agar serangan ditunda, namun permintaan itu sia-sia.
Alhasil, pemandangan panik penghuni gedung, termasuk personel dari outlet berita besar seperti The Associated Press dan Al Jazeera bergegas untuk mengambil peralatan apa yang mereka bisa sebelum evakuasi.
Kurang dari satu jam kemudian, bangunan berlantai 12 itu berubah menjadi puing-puing.
IDF mengklaim menara itu "berisi aset militer milik intelijen militer Hamas," menjadikan Al-Jalaa target yang sah dalam konflik yang sedang berlangsung.
Konflik meletus Senin (10/5/2021), ketika Hamas menembakkan rentetan roket yang diperkirakan mendekati 3.000 roket terhadap Israel. Serangan itu dibalas oleh IDF dengan meledakkan Jalur Gaza dari udara, darat dan laut.
Serangan udara Israel mendapat kritik dan kecaman dari jurnalis, dan bahkan memicu panggilan dari Gedung Putih.
Menghadapi pertanyaan tentang operasi tersebut selama konferensi pers Sabtu malam (15/5/2021), juru bicara IDF Letnan Kolonel Jonathan Conricus menepis anggapan bahwa situs itu harusnya dilindungi karena kehadiran wartawan.
"Ini bukan menara media, dan bukan pusat media," kata Conricus melansir Newsweek.
Baca juga: Akibat Rentetan Serangan Israel ke Jalur Gaza, 10.000 Warga Palestina Mengungsi
Tiga alasan serangan
Dia berpendapat bahwa bangunan itu adalah rumah bagi operasi militan yang rumit oleh Hamas, juga kantor ekstremis Palestina.
Dia menetapkan tiga tujuan alasan utama bangunan itu sebagai organisasi ektremis Palestina.
Pertama, itu digunakan "perwira intelijen militer, yang pada dasarnya mengumpulkan dan menganalisis intelijen militer (ekstremis), pastinya untuk tujuan militer melawan kami (Israel).”
Kedua adalah "penelitian dan pengembangan, di mana para ahli terbaik (ekstremis) beroperasi dari dalam gedung itu, menggunakan perangkat keras, komputer, dan fasilitas lain di dalam gedung untuk mengembangkan senjata, juga senjata militer."
Ketiga, mereka memanfaatkan "alat teknologi sangat maju yang ada di dalam atau di atas gedung".
Conricus enggan menjelaskan secara spesifik.
Tetapi menurut pihaknya, alat semacam itu digunakan oleh Hamas "dalam berperang melawan kami (Israel) untuk menghambat atau membatasi aktivitas IDF di dalam Israel, dan pada aktivitas sipil bersama di Gaza."
Baca juga: Israel Bersumpah Lanjutkan Serangan dengan Kekuatan Penuh
Conricus mengakui bahwa dorongan untuk mendapatkan jawaban yang lebih dalam adalah "sah."
Tapi, dia menolak menjelaskan lebih jauh tentang poin terakhir saat ini, dengan alasan karena keamanan dan dapat membahayakan upaya Israel.
"Saya dapat meyakinkan Anda bahwa tim intelligent kami sangat akurat. Untuk itulah Hamas dan Jihad Islam menggunakan gedung itu," kata Conricus.
Dia juga menekankan apa yang dia sebut sebagai komitmen IDF untuk memastikan keselamatan dan kebebasan kerja jurnalis, bahkan jika serangan diturunkan sampai taraf tertentu.
“Dengan pertimbangan keselamatan warga sipil, non kombatan, tentu saja wartawan, maka cukup waktu yang diberikan bagi orang-orang ini untuk mengungsi dari gedung. Walaupun, waktu itu juga digunakan oleh Hamas dan ekstremis, untuk menyelamatkan banyak peralatan penting," tambahnya.
Tetapi itu kata dia merupakan “kerugian militer” yang bersedia pihaknya “derita”, untuk meminimalkan dan memastikan tidak ada korban sipil dalam serangan di gedung itu.
Menara Al-Jalaa jatuh dalam gambar dramatis yang tertangkap kamera dan video, outlet media yang telah menduduki gedung tersebut selama bertahun-tahun. Mereka melaporkan tiga perang sebelumnya antara pejuang Palestina yang berbasis di Gaza dan Israel.
Baca juga: Israel Tuding Hamas Biang Keladi Serangan ke Gaza
Informasi terhambat
Tak lama setelah kejadian itu, Al Jazeera merilis pernyataan yang mengutuk keras pemboman dan penghancuran kantornya oleh militer Israel di Gaza.
Mereka menilai aksi itu sebagai tindakan untuk menghentikan jurnalis melakukan tugas menginformasikan kepada dunia dan melaporkan kejadian di lapangan.
Outlet yang berbasis di Qatar itu "berjanji untuk mengejar setiap rute yang tersedia untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Israel atas tindakannya," dan menyerukan dukungan internasional untuk melakukannya.
Presiden dan CEO Associated Press Gary Pruitt mengatakan organisasinya "terkejut dan ngeri bahwa militer Israel akan menargetkan dan menghancurkan gedung yang menampung biro AP dan organisasi berita lainnya di Gaza."
Dia mengatakan IDF sangat mengetahui kantor pusat media di sana, dan menyebut serangan itu "perkembangan yang sangat mengganggu" di mana karyawan "nyaris kehilangan nyawa yang mengerikan."
"Dunia akan tahu lebih sedikit tentang apa yang terjadi di Gaza karena apa yang terjadi hari ini," kata Pruitt.
Baca juga: Duel Kepentingan Hamas dan Netanyahu dalam Konflik Israel-Palestina 2021
Konsekuensi pemboman meluas ke Washington, di mana Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden berkomunikasi langsung dengan Israel.
"AS memastikan keselamatan dan keamanan jurnalis dan media independen adalah tanggung jawab yang paling penting."
Gedung Putih kemudian merilis percakapan panggilan antara pemimpin AS dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Biden menegaskan kembali hak Israel untuk mempertahankan diri, mengutuk serangan roket Hamas yang terus berlanjut, dan menyesali hilangnya nyawa di antara orang Israel dan Palestina.
Dia juga "menyuarakan keprihatinan tentang keselamatan dan keamanan jurnalis. Serta meminta Israel memperkuat kebutuhan untuk memastikan perlindungan mereka."
Rilis itu diikuti beberapa menit kemudian dengan informasi terkait percakapan antara Biden dan Presiden Otoritas Nasional Palestina Mahmoud Abbas, di mana sentimen serupa diungkapkan.
Dalam kedua percakapan tersebut, Biden menegaskan kembali dukungan AS untuk solusi dua negara, guna mengakhiri secara damai konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMihgFodHRwczovL3d3dy5rb21wYXMuY29tL2dsb2JhbC9yZWFkLzIwMjEvMDUvMTcvMTAwNjQ4MzcwL2lzcmFlbC1tZW5hcmEtcGVya2FudG9yYW4teWFuZy1kaS1ib20tYnVrYW4tcHVzYXQtbWVkaWEtaW50ZXJuYXNpb25hbD9wYWdlPWFsbNIBfWh0dHBzOi8vYW1wLmtvbXBhcy5jb20vZ2xvYmFsL3JlYWQvMjAyMS8wNS8xNy8xMDA2NDgzNzAvaXNyYWVsLW1lbmFyYS1wZXJrYW50b3Jhbi15YW5nLWRpLWJvbS1idWthbi1wdXNhdC1tZWRpYS1pbnRlcm5hc2lvbmFs?oc=5
2021-05-17 03:06:00Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar