KOMPAS.com - Pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra telah terhenti.
Pada hari Kamis (30/7/2020), Polri berhasil menangkapnya.
Djoko Tjandra dijemput oleh aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma setelah sebelumnya ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebelumnya, diketahui bahwa kasus Djoko Tjandra kembali menyeruak setelah ditemukannya jejak buronan tersebut pada 8 Juni 2020 lalu.
Djoko disebut bebas keluar masuk Indonesia meskipun memiliki status sebagai buronan kelas kakap.
Akhirnya, kemarin ia berhasil ditangkap setelah kurang lebih 11 tahun berada dalam pelarian.
Lantas, bagaimana awal mula kasus Bank Bali yang menjadikannya sebagai terpidana?
Awal mula kasus
Melansir Harian Kompas, 7 Agustus 1999, nama Djoko Tjandra disebut-sebut identik dengan Grup Mulia.
Namun keterkaitannya dengan kasus Bank Bali (BB) melibatkan PT Era Giat Prima (EGP).
EGP mendapatkan hak pengalihan penagihan piutang BB di Bank Indonesia (BI), yang kemudian menjadi berita besar.
Mengutip Harian Kompas, 24 Februari 2020, Djoko Tjandra, yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum Ridwan Moekiat.
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 940 miliar.
Dalam dakwaannya, jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli.
Saat itu, sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim R Soenarto dan Djoko didampingi tim penasihat hukum yang dipimpin OC Kaligis. Sidang berlangsung sekitar enam jam, dimulai sekitar pukul 10.00 dan baru usai pukul 16.00.
Baca juga: Penangkapan Djoko Tjandra Jadi Peluang Polri Ungkap Kasus-kasus Lain
Dalam dakwaan JPU, Direktur PT Era Giat Prima (EGP) ini didakwa terlibat tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie.
Dalam dakwaan itu disebut-sebut juga nama Setya Novanto (saat itu Wakil Bendahara Golkar), Rudy Ramli (mantan Dirut Bank Bali), Pande Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN), mantan Ketua DPA AA Baramuli, mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng, Gubernur BI Syahril Sabirin, Marimutu Manimaren, Firman Soetjahja, Rusli Suryadi, serta mantan Menkeu Bambang Subianto.
Sempat lolos beberapa kali
Melansir Harian Kompas, 7 Maret 2000, dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum Ridwan Moekiat atas Djoko Tjandra tidak diterima oleh majelis hakim yang diketuai R Soenarto.
Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana, melainkan masalah perdata.
Dengan demikian, Joko yang akhirnya terbebas dari dakwaan tidak bisa lagi dikenai tahanan kota.
Setelah itu, JPU Ridwan Moekiat mengajukan perlawanan (verset) ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Baca juga: Djoko Tjandra Ditangkap, Ini Kegiatan yang Dilakukannya di Pontianak
Mengutip Harian Kompas, 2 Mei 2000, Panitera PN Jakarta Selatan M Jusuf, PT DKI Jakarta tanggal 31 Maret 2000 memutuskan, dakwaan JPU Ridwan Moekiat dibenarkan dan pemeriksaan perkara Joko Tjandra dilanjutkan.
Oleh karena itu, pemeriksaan perkara dilanjutkan kembali dengan acara pemeriksaan saksi.
Namun, pada akhirnya, Djoko Tjandra kembali lolos.
Sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 29 Agustus 2000, Majelis hakim menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Joko Tjandra bukan merupakan kasus pidana melainkan perdata.
Dalam putusan yang dibacakan sekitar hampir tiga jam, majelis hakim mengatakan, dakwaan jaksa penuntut umum, yang menyatakan bahwa Djoko telah mempengaruhi para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), tidak terbukti.
Kemudian pada 28 Juni 2001 Kasasi MA menjatuhkan vonis bebas kepada Djoko S Tjandra.
Peninjauan kembali tahun 2008
Kasus yang membelit Djoko Tjandra ternyata belum terhenti sampai disitu.
Pada 3 September 2008 Kejaksaan Agung mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Djoko S Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta
Setelah sempat bebas selama 8 tahun, jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata.
PK tersebut diajukan pada 15 Oktober 2008. Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda.
Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.
Mengutip Harian Kompas, 12 Juni 2009, Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.
Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Baca juga: Profil Djoko Tjandra, Si Joker Buronan Kasus Bank Bali
Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun sebelum putusan tersebut dieksekusi, Djoko Tjandra disebut-sebut lebih dulu kabur ke luar negeri.
Sejak itulah, drama 'perburuan' Djoko dimulai.
Ia dikabarkan kabur ke luar negeri, menghilang, hingga akhirnya ditemukan jejaknya pada 8 Juni 2020 lalu.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMifGh0dHBzOi8vd3d3LmtvbXBhcy5jb20vdHJlbi9yZWFkLzIwMjAvMDcvMzEvMTgxNTAwMjY1L2Rqb2tvLXRqYW5kcmEtZGl0YW5na2FwLWluaS1raWxhcy1iYWxpay1hd2FsLWthc3VzLWJhbmstYmFsaS0_cGFnZT1hbGzSAXNodHRwczovL2FtcC5rb21wYXMuY29tL3RyZW4vcmVhZC8yMDIwLzA3LzMxLzE4MTUwMDI2NS9kam9rby10amFuZHJhLWRpdGFuZ2thcC1pbmkta2lsYXMtYmFsaWstYXdhbC1rYXN1cy1iYW5rLWJhbGkt?oc=5
2020-07-31 11:15:00Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar