Selasa, 28 Juli 2020

Din Syamsuddin: Kesalahan Bukan pada Nadiem Makarim, yang Patut Dipersalahkan Presiden Jokowi - FAJAR

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memicu konflik. Kebijakan itu dinilai tidak bijak dan tidak populis (merakyat).

Terlebih kemudian, dua yayasan milik perusahaan besar, yakni Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, dimasukkan ke dalam POP. Kendati demikian, hal itu bukan merupakan kesalahan Nadiem Makarim.

Demikian disampaikan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam keterangannya, Rabu (29/7/2020). “Kesalahan bukan pada Nadiem Makarim,” katanya.

Akan tetapi, kesalahan sepenuhnya ada pada Presiden Joko Widodo yang telah menunjuk bos Gojek itu sebagai Mendikbud.

“Yang sangat bersalah dan patut dipersalahkan, serta harus bertanggung jawab, pada pendapat saya, adalah Presiden Jokowi sendiri. Dialah yang berkeputusan mengangkat seorang menteri,” tegas Din.

Din menilai, Nadiem hanya seorang anak muda yang mungkin karena lebih banyak berada di luar negeri dan tidak cukup mafhum dan memiliki pengetahuan serta penghayatan tentang masalah dalam negeri.

“Dan hanya memiliki obsesi yang tidak menerpa di bumi,” kata Din Syamsuddin.

Karena itu, Jokowi yang menunjuk dan memberikan amanat kepada Nadiem, kata Din, sudah selayaknya diminta pertanggungjawaban.

Sebab, keputusan mengangkat seorang menteri walaupun menyempal dari fatsun politik sedianya turut disalahkan.

Karena itu, Din pun bertanya-tanya, jangan-jangan Jokowi sendiri yang sejatinya tak memahami sejarah kebangsaan Indonesia.

“Atau, jangan-jangan Presiden Jokowi sendiri tidak cukup memahami sejarah kebangsaan Indonesia dan berani mengambil keputusan yang meninggalkan kelaziman politik?” tuturnya.

Saat ini, POP Kemendikbud sudah berjalan dan mendapat penolakan dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia.

Yakni PP Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia.

Baca juga: Respons Fahri Hamzah dan Fadli Zon Terkait Aksi Pembakaran Foto Habib Rizieq Shihab

Langkah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama itu lantas diikuti oleh PGRI yang kemudian juga angkat kaki dari POP Kemendikbud.

Karena itu, sudah sepatutnya, POP Kemendikbud dihentikan saja. “Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya program itu dihentikan,” kata Din.

Dia lantas menyarankan agar Kemendikbud saat ini fokus pada penanganan Covid-19 pada sektor pendidikan.

“Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa yang akibat pandemi Covid-19 yang telah, menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi),” pungkas Din Syamsuddin. (rmol/ruh/pojoksatu)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMie2h0dHBzOi8vZmFqYXIuY28uaWQvMjAyMC8wNy8yOS9kaW4tc3lhbXN1ZGRpbi1rZXNhbGFoYW4tYnVrYW4tcGFkYS1uYWRpZW0tbWFrYXJpbS15YW5nLXBhdHV0LWRpcGVyc2FsYWhrYW4tcHJlc2lkZW4tam9rb3dpL9IBf2h0dHBzOi8vZmFqYXIuY28uaWQvMjAyMC8wNy8yOS9kaW4tc3lhbXN1ZGRpbi1rZXNhbGFoYW4tYnVrYW4tcGFkYS1uYWRpZW0tbWFrYXJpbS15YW5nLXBhdHV0LWRpcGVyc2FsYWhrYW4tcHJlc2lkZW4tam9rb3dpL2FtcC8?oc=5

2020-07-29 02:16:14Z

Tidak ada komentar:

Posting Komentar