Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengizinkan restoran kembali melayani dine-in atau makan di tempat diapresiasi oleh pengusaha restoran/warung makan.
Namun, tidak bisa dipungkiri mereka juga masih berpikir panjang untuk kembali berjualan seperti biasa. Salah satu kekhawatirannya adalah inkonsistensi kebijakan yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, ada halangan soal pencatatan data pribadi pengunjung.
"Kita sedang berdiskusi antara teman pengusaha, kalau nantinya buka tutup akan jadi preseden nggak baik di iklim pengusaha. Jadi ini diperlukan sinergitas antara tangan pemerintah, pengusaha, dan masyarakat," kata Pemilik Holycow! STEAKHOUSE by Chef Afit yakni Afit Dwi Putranto, kepada CNBC Indonesia, Senin (12/10).
Afit yang juga tergabung di Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini melihat kerjasama tersebut sangat diperlukan. Apalagi, Ia melihat ada kecenderungan sebagian masyarakat yang enggan mengikuti protokol, utamanya dalam penyerahan data diri.
Dalam ketentuan PSBB transisi DKI Jakarta, untuk pengunjung restoran yang dine in harus menuliskan daftar buku tamu seperti data pribadi seperti nama hingga nomor kontak pribadi. Ketentuan ini sepertinya untuk memudahkan tracing bila terjadi kasus di restoran tersebut.
"Kan ada kewajiban tracing pengunjung. Ada beberapa masukan dari pelaku usaha yang bilang bahwa konsumen banyak yang nggak mau identitas pribadinya dicatat. Karena mungkin dianggap bagian dari hal pribadi," jelasnya.
Ia dan pelaku usaha lain sedang berdiskusi terkait pola tracing yang bisa dilakukan. Utamanya dalam pola mencatat data pribadi, seperti yang disyaratkan Pemprov DKI Jakarta bagi pelaku usaha yang ingin kembali membuka layanan.
"Perlu dibicarakan lebih lanjut. Apa perlu QR code, Sebagian orang takut akan data pribadinya. Tapi itu sangat dibutuhkan dalam tracing atau melacak. Kita masih coba," jelasnya.
Dalam Pergub 101 yang mengatur PSBB Transisi di DKI Jakarta, memang ada ketentuan soal pendataan pengunjung, bisa cek di bawah ini:
a. Melaksanakan protokol pencegahan Covid-19;
b. Membatasi jumlah pengunjung paling banyak 50% (lima puluh persen) dari kapasitas warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran;
c. Mewajibkan pengunjung menggunakan masker, kecuali saat makan dan minum;
d. Menerapkan pemeriksaan suhu tubuh;
e. Melakukan pembatasan interaksi fisik dengan rentang jarak paling sedikit 1 (satu) meter antar pengunjung;
f. Menyediakan hand sanitizer:
g. Tidak menggunakan alat makan atau alat minum yang mengharuskan pengunjung berbagi alat dalam mengonsumsinya, antara lain shisha dan menu
sejenisnya;
h. Mewajibkan memasang informasi jumlah kapasitas pengunjung;
i. Melakukan pendataan pengunjung di warung makan, rumah makan, cafe, atau restoran guna kebutuhan penyelidikan epidemiologi apabila ditemukan kasus
terkonfirmasi Covid-19; dan
j. Membuat dan mengumumkan pakta integritas dan protokol pencegahan Covid-19.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi)
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMicmh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL25ld3MvMjAyMDEwMTIxODQ0MTgtNC0xOTM3NzkvbWFrYW4tZGktcmVzdG9yYW4td2FqaWItZGljYXRhdC1kYXRhLXByaWJhZGkta2FsaWFuLW1hddIBAA?oc=5
2020-10-12 12:09:22Z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar